The Last Petal (Chapter 2 : Someone Who Lives in Memories)

London at night

Cast:

EXO Chanyeol as Park Chanyeol

TVXQ Changmin as Park Changmin/ Shim Changmin

SJ Eunhyuk as Lee Hyukjae

Sohee as Ahn Sohee

IU as Lee Jieun

 

Support Cast:

EXO Baekhyun as Byun Baekhyun

Yang Jinhee (OC)

Cho Heeyoung (OC)

Guru Oh (OC)

Shinhwa Junjin as Dr. Park Choonjae

 

Background Song:

2AM – I Wonder If You Hurt Like Me

 

 

Hyukjae meluruskan tubuhnya di sandaran dan menguap panjang, meninggalkan jejak basah di sudut matanya. Ia menggeliat, membuka kelopak matanya yang sepanjang jalan terkatup. Mobil Chanyeol baru saja tiba di persinggahan untuk menjemput Puteri Presdir Ahn dan mengantarnya ke Shinhan School.

 

Chanyeol turun dari mobil, buru-buru mencegah Sohee membuka pintu depan. Sohee mengangkat wajahnya. Mata rubahnya mencoba memprotes perlakuan Chanyeol. Tapi pria itu menatapnya lebih garang. “Aku memakai mobilku sendiri. Jadi duduklah di kursi belakang!” Katanya, seraya membukakan pintu untuk Sohee. Sohee melirik kursi depan dan melihat Jieun tengah melihat pula ke arahnya. Gadis itu pun mengalah, dengan perasaan aneh yang tiba-tiba muncul tak seperti biasanya.

 

Di kursi belakang, Hyukjae duduk dengan tegang. Detak jantungnya berakselerasi kembali secepat kali pertama berjumpa Sohee. “Annyeonghaseyo– Halo!” Katanya dengan secuil keberanian yang tersisa. Sohee mengangguk sopan, dan tersenyum sedikit -setidaknya cukup melegakan Hyukjae.

 

Jieun memutar tubuhnya dari kursi depan, memberi salam pada wali kelasnya yang cantik. Lagi-lagi Sohee hanya mengangguk dengan sebuah senyuman bernilai satu detik saja. Jieun merasa tak enak hati karena duduk membelakangi gurunya dan hendak bertukar tempat. Namun Chanyeol menggagalkan ide Jieun, ia bergegas menyalakan mesin.

 

Setibanya di sebuah gedung 4 lantai berarsitektur renaisance, mirip seperti gedung2 di eropa barat, Chanyeol menghentikan mobilnya untuk menurunkan Hyukjae lebih dulu. Hyukjae membungkuk setinggi mata Chanyeol. Ia melongo dari kaca depan yang terbuka, mendengarkan komando dari Chanyeol. Kali ini ia terlihat serius.

 

“Temuilah Manajer Personalia di lantai 2. Namanya Cho Heeyoung. Aku sudah memberitahunya kalau kau akan datang untuk interview pagi ini. Bersikaplah sewajar mungkin seperti yang kita bicarakan semalam.” Jelasnya singkat. Ia memberi kode pada Hyukjae untuk mendekat kemudian membisikkan sesuatu. “Berhati-hatilah!!” Hyukjae bergerak menjauhi mobil Chanyeol yang mulai bergerak lagi. Ia yakin Sohee sempat melihat ke arahnya saat Chanyeol berbisik padanya.

 

Setelah menanyai resepsionis di lobby, seorang petugas keamanan kemudian mengantarkannya ke ruang kerja Manajer Cho. Ruangan itu terletak di ujung lorong dengan pintunya yang tertutup rapat. Beberapa staf yang tengah bekerja, berbisik-bisik ketika Hyukjae lewat.

Hyukjae mengetuk pintu dengan sangat perlahan, kemudian masuk begitu Cho Heeyoung menyahutinya.

 

“GM Park sudah memberitahu saya tentang kedatangan Anda, Tuan Lee. Boleh kubaca resume Anda?” Manager Cho mengawali perjumpaan mereka dengan cepat, bahkan terlalu cepat untuk mengulik resume milik Hyukjae. Dia nampaknya sangat sibuk pagi itu.

 

Ia menyambar lembaran kertas yang diletakkan Hyukjae di meja. Tangannya membalik tiap lembarnya dengan cepat sementara matanya bergerak naik-turun ke kiri dan ke kanan. “Baiklah. Saya tidak akan bertanya lebih jauh.” Wanita itu melepas kacamata baca yang ia kenakan, meletakkannya di atas resume milik Hyukjae. Lalu menautkan jemari di atasnya. “Tulisan yang Anda buat memang sedikit kuno, tapi sangat berisi. Mungkin karena Anda tidak punya pengalaman bekerja sebagai Editor, kecuali semasa sekolah. Tapi itu bukan masalah besar. Saya melihat potensi dalam diri Anda.” Ia menghentikan celotehnya tentang resume milik Hyukjae, kemudian menarik nafas panjang.

 

“Ruangan Anda ada di lantai 2, di sisi barat tangga. Bergabunglah dengan yang lain. Atasan Anda adalah GM Park langsung. Tapi sesekali saya akan memantau. Kami tidak punya banyak karyawan disini. Jadi beradaptasilah dengan baik!” Lanjutnya.

 

“Tidak heran Chanyeol menyuruhku untuk jaga mulut. Wanita ini cerewet sekali..” Hyukjae membatin, tak berkonsentrasi pada rentetan kata yang menyembur dari mulut Manager Cho tanpa titik.

 

“Editor Lee? Apa Anda mengerti?” Manager Cho mendekatkan wajahnya satu depa di depan Hyukjae. Matanya mengerjap.

 

Mata Hyukjae membulat kemudian ia menyahuti dengan mantap. “Ya!”

#

 

Hanya ada 3 orang di ruangan seluas 40 m2 itu, termasuk Hyukjae. Dua orang lainnya adalah Yang Jinhee -wanita yang baru sebulan menikah, 2 tahun lebih muda daripada Hyukjae- dan seorang pria berwajah mungil berkacamata bingkai persegi, bernama Byun Baekhyun.

 

“Hyukjae hyung, sebaiknya kuajak kau berkeliling. Ada beberapa tempat yang harus kau tahu.” Baekhyun menghampiri Hyukjae yang tengah berbincang dengan Jinhee mengenai headline koran untuk besok. Ia mengerling pada Jinhee penuh pengharapan.

 

Jinhee menghela nafas, menangkap maksud Baekhyun. “Pergilah berkeliling, aku akan menyelesaikan beberapa artikel.” Kata Jinhee.

 

Hyukjae mengikuti langkah Baekhyun menaiki anak tangga yang diperuntukkan khusus untuk karyawan, setelah menjelajahi ruangan di lantai 2 yang cukup rumit. Di lantai 3 hanya terdapat 2 pintu utama yang membagi Ruang Kerja General Manager dan Ruang Editing, sementara Percetakan terdapat di gedung yang terpisah di belakang gedung 4 lantai. Baekhyun mencoba menjelaskan secara detil, dan penjelasan Baekhyun sangat mudah dimengerti. Bersama dengan Baekhyun, Hyukjae bergerak menuju lantai 4. Semakin ke atas, ruangan semakin bersifat pribadi dan rahasia. Dimana terdapat Ruang arsip dengan pintu tegak lurus arah tangga yang sedikit tersembunyi, dan Ruang Presdir Ahn yang menjorok lebih dalam dengan sebuah ruang transisi yang diibaratkan sebagai foyer di balik pintu utamanya yang tembus pandang.

 

Baekhyun berceloteh tanpa henti. Tidak peduli Hyukjae mendengarkan atau tidak. Tapi rasanya sudah cukup jelas bagi Hyukjae karena ruang-ruang diletakkan secara hierarki. Di sela celotehnya tentang tata ruang Kantor The Korean’s Eye, Baekhyun mengumbar cerita –sebut saja desas-desus karena Baekhyun sendiri mendapatkan cerita tersebut dari seorang karyawan senior- tentang platar belakang dan perjalanan perusahaan. Hyukjae hanya menyimak tanpa banyak komentar. Sesekali ia menoleh pada Baekhyun agar pemuda itu tak merasa diabaikan. Perlahan untaian benang kusut di kepala Hyukjae terurai

 

“Hyung, kudengar kau dulu pernah menjadi wartawan untuk koran sekolah. Boleh kubaca tulisanmu? Sebenarnya aku sendiri tidak pandai menulis. Tapi aku orang yang teliti.”

 

Hyukjae menoleh pada Baekhyun, “Boleh saja. Akan kutunjukkan padamu nanti.” Jawabnya, disambut deretan gigi Baekhyun yang sedang nyengir kuda. “Tapi omong-omong aku merasa aura di lantai 4 berbeda sekali. Dingin.” Ujar Hyukjae.

 

Baekhyun mengatup rapat-rapat mulutnya. Ia mengangguk dengan tangan kanan mengusap-usap dagu, berlagak serius. “Sudah setahun Presdir meninggalkan Korea dan tinggal di Swiss. Karyawan berspekulasi kalau GM Park akan meggantikannya. Tapi sampai sekarang dia masih saja belum naik ke lantai 4. Entahlah hyung, aku hanya karyawan biasa. Tidak mengerti soal begituan.”

#

 

Pesan dari Sohee yang berbunyi:

“Jika kau berniat untuk menjemput dengan mobilmu lagi, sebaiknya aku naik taksi saja”, kontan membuat resah Chanyeol. Tapi ia hanya bisa melempar ponselnya begitu saja di atas tumpukan dokumen di mejanya, karena Manager Cho tiba-tiba muncul dari balik pintu. Wanita itu lantas duduk di hadapan Chanyeol dan detik berikutnya mereka terlibat pembicaraan serius.

 

Sohee memandangi ponselnya, menunggu balasan dari Chanyeol yang tak kunjung ia terima. Beberapa pengajar diam-diam memperhatikan wajahnya yang mulai merah padam. Ia menyambar buku-buku ajarnya dan bergegas menuju kelas di lantai 3 tanpa memperdulikan tatapan yang tertuju ke arahnya.

 

Di ruang kelas, Sohee terkadang kehilangan konsentrasi saat mengajar. Setiap kali matanya bertemu dengan wajah Jieun, ada perasaan yang mengganggu. Hanya saja sampai detik itu, ia sendiri tak berani menyimpulkan apapun.

 

Sohee berdiri di sisi mobil Chanyeol -kali ini ia menggunakan mobil milik perusahaan, demi harga diri Sohee- dan memperhatian pria itu tengah mengobrol melalui ponselnya. Ia membuka pintu belakang dan menyandarkan diri dengan perasaan lebih baik. Chanyeol rupanya sedang menghubungi Jieun. Tentu saja pria yang harus bergerak lebih dulu, begitu pikir Sohee.

 

“Kau yakin bisa pulang sendiri? Baiklah… Hubungi aku kalau terjadi sesuatu… Mengerti? Ah, kirimkan alamat temanmu itu padaku! Akan ku beritahu Hyukjae… Ehm… Hati-hati! Jangan lupa kirim pesan!” Chanyeol melesakkan ponsel ke kantong jasnya. Ia melirik Sohee dari spion tengah. “Kau yakin tidak mau pindah?” Tanyanya kemudian mengarahkan mata ke kursi di sebelahnya. Sohee tak perlu menunggu tawaran Chanyeol yang kedua kali, dengan cepat ia turun dari mobil dan pindah ke kursi depan.

 

Sepanjang perjalan pulang, Sohee nampak gelisah memegangi ponselnya. Menunggu panggilan rutin dari ayahnya, setiap kali selesai mengajar. Ia terus membatin, menduga dan membayangkan apa yang sedang dilakukan ayahnya di Swiss. Tak bisa dipungkiri, yang paling ia kuatirkan adalah kesehatan sang ayah. Presdir Ahn memang mempunyai riwayat penyakit pernafasan pasca diasingkan. Karena itu Sohee membiarkan ayahnya menjalani proses pemulihan di Swiss.

 

Chanyeol mempercepat laju kendaraannya dan langsung putar arah setelah Sohee masuk ke rumahnya yang terletak di salah satu dataran tinggi di Seoul. Ia buru-buru kembali ke Cheondamdong begitu mendapat firasat telah terjadi sesuatu. Sekitar 10 menit setelah meninggalkan kediaman Presdir Ahn, Chanyeol mendapat panggilan masuk yang membenarkan firasatnya.

#

 

Di sebuah ruang yang ditata sedemikian rupa hingga nampak seperti kamar superior berdesain klasik dengan pencahayaan yang dramatis, seorang pria terkulai di sebuah kursi ukir. Lengannya menjuntai dari pegangan kursi. Persis di bawahnya sebuah ponsel tergeletak dalam keadaan mati.

 

Dari arah pintu seorang pria lain muncul menuruni tangga. Ia lalu menggendong tubuh itu dari kursi ke atas tempat tidur. Kemudian mulai memeriksa keadaannya. Mengaitkan selang pernafasan ke bawah hidung dan memasang selang infus ke peregelangan kiri. Ia menyuntikkan sesuatu ke dalam botol infus, menggerakkan roll di dekat pangkalnya untuk mengontrol laju cairan.

 

Beberapa menit kemudian obat mulai bekerja. Pria itu tampak lebih tenang dengan ritme nafas yang bisa dikatakan lebih baik meskipun tidak normal. Ia memutuskan untuk tetap tinggal selama beberapa saat sampai kesadaran pria yang terbaring itu kembali.

#

 

Hyukjae mondar-mandir seperti setrika di depan pintu apartemen. Ia menggigiti bibir dengan kecemasan memuncak. Setelah mendapat telepon dari Chanyeol yang mengatakan bahwa Jieun mendapat kecelakaan kecil di daerah Cheondamdong sepulang dari rumah temannya, ia tak bisa duduk tenang. Andai saja Chanyeol tak menyuruhnya menunggu, mungkin ia sudah meninggalkan apartemen.

 

Pintu terbuka dan sosok yang dinantinya muncul. Hyukjae serta merta menghampiri adiknya yang dipapah Chanyeol. “Jieun-ah bagaimana kau bisa sampai terluka? Kau tidak apa-apa? Aku benar-benar mencemaskanmu.” Seketika Hyukjae menjejali adiknya dengan rentetan pertanyaan. Jieun tak banyak menyahut, ia hanya tersenyum melihat hyukjae seperti kebakaran jenggot.

 

“Tidak ada luka serius, Jieun hanya mengalami shock ringan. Kau jangan kuatir. 3-5 hari Jieun akan sembuh.” Ujar Chanyeol, mencoba menenangkan.

 

Setelah Jieun berada di atas ranjangnya, Chanyeol pergi ke dapur mengambilkan air minum untuk Jieun. Sementara Hyukjae tak beranjak seinchi pun dari ranjang. “Minum obatmu sesuai petunjuk dokter, ya! Kalau kau merasa demam, kau minum yang ini.” Jieun mengangguk selesai Chanyeol bicara.

 

“Biarkan dia istirahat!” Bisik Chanyeol pada Hyukjae. Ia menepuk pundak Hyukjae. Pria itu kemudian beranjak membetulkan selimut Jieun lalu meninggalkan kamar.

 

“Besok bawalah Jieun untuk periksa ulang! Kau boleh ijin sampai jam makan siang. Besok pagi aku ada janji dengan seseorang, jadi tidak bisa mengantar kalian.”

#

 

Paginya Chanyeol berangkat lebih dulu menggunakan mobil perusahaan untuk menjemput Sohee seperti biasa. Sementara Hyukjae ia pinjamkan mobilnya untuk mengantar Jieun ke rumah sakit.

Sudah lebih dari sepuluh menit sejak Chanyeol tiba di kediaman Presdir Ahn, tapi Sohee tak kunjung kelihatan batang hidungnya. Akhirnya ia putuskan untuk masuk menemui Sohee. “Nona sudah berangkat sebelum matahari terbit!” Beri tahu salah seorang pengurus rumah. Chanyeol menegakkan kepalanya mengitari ruangan. “Apa dia bilang mau kemana?”

 

“Nona tidak bilang. Tapi, semalam Nona bertanya tentang kereta tujuan Cheonan.” Chanyeol mengangguk. Dalam hati ia merutuki tindakan Sohee yang kekanak-kanakan, hingga membuat orang kuatir. Ia menarik nafas panjang kemudian bergegas menuju kantornya, tanpa berniat menyusul Sohee ke stasiun.

 

Sohee diam-diam menelusuri latar belakang muridnya, Lee Jieun. Ia membuka kembali data diri murid pindahannya itu. Entah hal apa yang mendorong rasa penasarannya. Tapi mungkin saja karena melihat kedekatan muridnya itu dengan Chanyeol. . Sesuatu yang sulit diterima akal sehatnya, karena Chanyeol yang ia kenal bukan orang yang suka bergaul dan Sohee adalah satu-satunya orang yang punya intensitas pertemuan sedikit lebih banyak dengan Chanyeol.

 

Satu hal yang ia temukan dari Lee Jieun, membuatnya mengunjungi Cheonan untuk kesekian kalinya. Saat membaca data diri Jieun, ia menemukan fakta bahwa Jieun berasal dari Cheonan. Tempat dimana kenangannya bersama seseorang telah terkubur. Hal yang menarik baginya adalah Park Chanyeol yang selama ini ia tahu berasal dari Gangwon bagaimana bisa terlihat begitu dekat dengan Kakak Beradik Lee yang berasal dari Cheonan.

 

Sohee meletakkan buket bunga lily, yang ia beli di sebuah toko dekat stasiun, di atas pusara bermarmer abu-abu pekat. Ia merapatkan mantel di tubuh kemudian bersedekap, lantaran udara Cheonan yang cukup dingin. Ia memandangi lekat-lekat pusara di depannya. Cukup lama, hingga akhirnya ia bicara dengan suara gemetar kedinginan. “Sudah lama sekali, bukan?” Ia diam sejenak seperti menunggu sebuah suara menyahutinya. “Ada banyak hal yang terjadi. Aku sudah merangkai kata-kata sejak semalam. Tapi begitu sampai disini, tak satupun yang kuingat.”

“Kecuali satu hal.. Aku merindukanmu..”

Sohee menekan emosinya yang hendak meluap. Karena ia sendiri sudah berjanji tidak akan menangis di depan pusara itu lagi. Bahkan dengan segala kemalangan yang sedang menimpanya.

#

 

Rasa penasaran Sohee mampu mengalahkan ketakutannya. Sejak kembali dari Inggris tahun lalu, ia tak pernah bepergian sendirian. Selalu ada Chanyeol bersamanya, itu pun karena pesan dari Presdir Ahn sebelum meninggalkan Korea. Sebenarnya sudah beberapa kali ia mengunjungi Cheonan, tapi tak pernah sempat berkeliling lantaran Chanyeol selalu menungguinya di komplek pemakaman sampai kunjungannya usai. Namun hari itu, karena sejak awal tujuannya berangkat ke Cheonan adalah untuk menyelidiki latar belakang Kakak Beradik Lee, ia terpaksa pergi tanpa memberitahu Chanyeol.

 

Usai menyantap makan siang pertamanya di Cheonan, Sohee menyetop taksi di depan restoran dan minta diantar ke sebuah sekolah menengah, sekolah lama Jieun sebelum muridnya itu pindah ke Shinhan School. Setelah taksi yang mengantarkannya pergi, ia berdiri sejenak mengamati gedung dari luar pagar. Seorang petugas keamanan kemudian menghampirinya, “Apa Anda butuh bantuan?”

 

Sohee terhenyak, ia mengamati wajah pria paruh baya itu untuk menyadarkan diri bahwa ia memang butuh bantuan. “Saya baru datang dari Seoul dan sedang mencari seseorang.”

 

Pria itu berbalik mengamati Sohee. “Apa dia bekerja disini?”

 

“Tidak. Dulu dia bersekolah disini.”

 

“Ah, seorang murid.” Sohee mengangguk dan pria itu melanjutkan ucapannya yang semula meragukan. “Sebaiknya Anda temui Guru Oh, dia sangat populer di sekolah. Mungkin dia mengenal orang yang sedang Anda cari.” Pria itu kemudian menyuruh Sohee menunggu di pos jaga, sementara ia memanggil pria muda yang disebutnya Guru Oh tadi. Selang beberapa menit kemudian pria paruh baya itu datang bersama Guru Oh yang terlihat mengekor di belakangnya.

Pria muda itu membungkukkan badan seraya menyapa Sohee. Gadis itu menyambutnya sebagai permulaan yang baik. Setelah jam mengajar Guru Oh berakhir, mereka pun bertemu lagi di sebuah restoran yang disarankan Guru Oh, untuk membicarakan sesuatu terkait dengan latar belakang Jieun.

 

“Jadi, Jieun saat ini bersekolah di tempat Anda mengajar.” Gumam Guru Oh. “Jieun memang mendapat beasiswa di Shinhan School. Seorang donatur datang kemari dan memberikan beasiswa pada sejumlah murid. Saya sama sekali tidak tahu kalau hanya Jieun yang mendapat kesempatan bersekolah di Shinhan.” Sambungnya.

 

Sohee mengernyitkan dahi. “Apa Anda bisa beritahu siapa donaturnya?”

 

“Maaf, tapi hal seperti itu tidak bisa dibocorkan pada siapa pun.” Tolak Guru Oh halus.

 

Sohee mengangguk, memahami posisi seorang tenaga pengajar seperti Guru Oh. “Saya mengerti.”

 

“Tapi, omong-omong kenapa Anda sepertinya penasaran sekali tentang kehidupan Lee Jieun?” Tanya Guru Oh. “Saya yakin Anda tidak bermaksud jahat. Tapi, kalau Anda bukan keluarganya tidak mungkin Anda jauh-jauh datang dari Seoul.” Lanjutnya, berusaha meluruskan agar tak menyinggung perasaan Sohee.

 

“Kebetulan saya ada urusan pribadi di Cheonan. Jadi, sekalian saja saya mencari tahu bagaimana kehidupan murid saya disini. Jieun sangat sulit beradaptasi di sekolah. Dia sangat pendiam. Saya kuatir itu akan mempengaruhi nilainya.”

 

“Baiklah saya mengerti. Jieun memang pendiam sejak kecil, tapi dia gadis yang pandai. Kakak laki-lakinya juga bersekolah disini dan saya tahu betul bagaimana kehidupan keluarga Lee.”

 

“Kakak laki-laki__ maksud Anda__ Lee Hyukjae?’

 

“Ya.”

 

“Lalu apa ada anggota keluarga Lee lain yang masih tinggal di Cheonan?”

 

“Tidak ada setelah Kakek Lee meninggal.”

 

Sohee diam seperti kehabisan kata-kata. Tidak ada lagi yang bisa ia mintai keterangan tentang Keluarga Lee. Padahal ia masih belum mengetahui bagaimana Kakak beradik Lee bisa mempunyai hubungan khusus dengan Park Chanyeol.

#

 

“Apa semalam kau demam?” Jieun menggeleng, seorang dokter sedang memeriksa tekanan darahnya. “Pusing?” Jieun menggeleng lagi. Pria berblazer putih itu melesakkan stetoskop ke saku. Ada batch tanda pengenal ‘Park Choonjae’ menggantung disana.

 

“Bagus. Dokter Moon menanganimu dengan baik. Perbannya harus sering diganti. Jika sudah mulai mengering, kau bisa berhenti minum obatnya. Cukup berikan obat luar saja.” Katanya kemudian tersenyum.

 

“Ehm, Tuan Lee, apa Anda bekerja di The Korean’s Eye?” Tanya Dokter Park, sedikit ragu-ragu melihat reaksi kaget Hyukjae. “Tertera di data diri pasien.” Katanya lagi, dan mengubah raut wajah lawan bicaranya.

 

“Ohh..” Hyukjae tersenyum canggung.

 

“Bagaimana kabar Presdir Ahn? Apa beliau sudah kembali ke Korea?” Tanya Dokter Park antusias.

 

“Bagaimana Anda bisa mengenal Presdir?” Hyukjae nampak kaget.

 

“Ah, sampai musim panas tahun lalu saya masih bekerja sebagai anggota tim medis pribadi Keluarga Presdir Ahn.”

 

“Oh begitu. Tapi maaf, saya baru beberapa hari bekerja. Jadi tidak tahu mengenai hal itu.”

 

“Oh begitu. Baiklah. Tiga hari lagi bawalah Jieun kemari untuk diperiksa ulang.”

 

“Apa lukanya serius?”

 

“Tidak. Saya hanya ingin membuka jahitannya.”

 

“Baiklah kalau begitu saya permisi.” Dokter Park berlalu meninggalkan sebuah senyum hangat untuk pasiennya. Jieun membungkuk seraya mengucapkan terima kasih.

 

“Oppa?” Jieun mengerling pada Hyukjae.

 

“Eh?”

 

“Jangan katakan kau sedang menaruh curiga lagi pada orang lain.” Tuduh Jieun.

 

“Tidak. Tidak. Aku hanya merasa ini sedikit aneh. Kenapa menurutmu kita harus berurusan dengan orang-orang di sekitar Presdir Ahn yang sama sekali tidak kukenal.”

 

Jieun memperhatikan wajah Hyukjae. “Karena kita hidup bersama dengan Chanyeol Oppa.”

 

Hyukjae mengangguk. Menelan begitu saja pemikiran adiknya lantaran ia sendiri masih tidak mengerti dengan kejanggalan yang ia temui belakangan ini. “Jieun-ah, soal pertemuan kita dengan Dokter Park, kau jangan ceritakan pada siapapun. Termasuk pada Chanyeol. Mengerti?” pinta Hyukjae.

 

Jieun tersenyum menenangkan Hyukjae. “Aku mengerti!”

# to be continued #

5 thoughts on “The Last Petal (Chapter 2 : Someone Who Lives in Memories)

  1. Eiiiy…pusara di cheonam itu milik changminkah?

    Trus presdir ahn itu ad hub dg Lee bersaudara kan? Jangan2…

    Aaaah…next part jgn lamo2 lah ya…

      1. Iy laaaaah changmin ituuuu….di chapt 1 kan diksih tw changmin mati.

        Heeeem gek be d next chapt bakalan kebuka blom? Blom bnyk dpt klu aq ap hub mereka…hehehe

      2. Seeep ditungguin pastinyaaaaa…
        Aah asli…capek mengingat lg kl dah lama valum…
        SBS aq b stagnasi…
        Pdhl part 2 go areum sdh, tp karna yg hyeosoo blom2 kelar2 blom bs post…

        Tp semangat eomma,…btw ini bakalan smpe brp chapter?

Leave a reply to GHyuphi Cancel reply